6/29/2013

Diantara

Diantara
Oleh: Angnes Sophia Laisina

Namanya Kirana. Perempuan yang sangat cantik dan hebat. Tapi, bukan itu yang menjadi alas an. Dia adalah perempuan yang selalu membuat gue memikirkannya. Bahkan, waktu dia di dekat gue sekalipun.udah hampir 3 tahun kami berpacaran. Tepatnya, semenjak kami masuk SMA ini, gue baru aja menyelesaikan Ujian Nasional. Time to relax. Hari ini gue mengajak Kirana buat makan siang bareng.gue janjian di salah satu rumah makan di daperah pasar baru. Memang jauh dari kata mewah. Tapi, gue bisa jamin rasanya nggak kalah dengan rumah makandi mal-all. Bahkan, jauh lebih enak.

“Udah lama?” baru sekali ini gue ngaret
“Lumayan.”
“yaudah langsung pesen aja. Kau mau apa?”
“samain aja. Aku baru pertama kali ke sini.”
“enggak mau liat daftar menunya?” Tanya gue
“Udah laper nih. Kamu cepet pilih gih.” Gue langsung memesan soto ayam campur kepiting. Menu kesukaan gue.
“makan banyak.” Gue melemparkan senyum kearahnya. Udah lama banget enggak seperti ini. Terlalu sibuk dengan dunia modelingnya.
“iya, Aku ikut lomba modelling. Yang kaliini aku bener-bener perjuangin banget, juara satu nya bakalan dikirim ke amerika. Sekolah model disana. Sumpah, aku harus menang. Kesempatan banget kan? Kau doain ya” Gue berhenti menyuap. Gue terus memperhatikan senyuman bahagianya. Gue bahagia kalau dia bahagia. Tapi, buat kali ini gue bener-bener gak merasa bahagia walaupun melihat senyuman yang biasanya selalu bikin gue ikutan tersenyum. Bukan hal yang sulit untuk Kirana. Dia selalu memenangkan lomba-lombanya selama ini.

“kok diem?”
“ha? Mm... besok aku cuma jemput aja?”
“emangnya kamu mau nonton?”akhir-akhir ini gue emang nggak pernah lagi mau buat nonton dia modelling. Belakangan ini gue emang berubah jadi egois. Gue merasa dunia dia yang satu ini perusak hubungan gue. Awalnya, gue menyuruhnya buat mengurangi jadwalnya. Tapi, dia bersikeras. Gue bisa apa? Itu mimpinya.
“engga juga sih”
“padahal aku kangen ditonton sama kamu.” Gue hanya tersenyum kecut. “besok jangan ngaret ya, Dim. Soalnya udah malem.” kata Kirana, dan Gue hanya mengangguk. Mood gue runtuh.

Gue menunggunya didalam mobil. Semoga kirana kalah. Semoga kirana kalah. Semoga kiran kalah. Tok tok tok. Gue menoleh ke jendela. Itu Kirana.
“Dimas, kamu harus liat aku bawa apa.” Dia membuka tasnya. Bukan piala. Bukan piala. Bukan piala
“TARAAAA! I’m coming boston” fuck! Kirana menggoyang-goyangkan bahu gue. Berusaha ngajak gue ikut dalam kegembiraanya. Dia masih terus tersenyum, gue mengarahkan mobil kejalanan.

“kamu kenapa sih? Kok kayak nggak mood gitu”
“cowok mana yang bakalan mood ngeliat pacaarnya bakalan pergi keluar negri?”
“kok kamu ngomong gitu? Kamu enggak seneng ngeliat aku seneng kayak gini?”
“bukan gitu, Na. di sini aja kamu enggak punya waktu buat aku. Gimana disana?”
“aku pergi bulan depan.” Ucapannya sangat dingin. Gue menepikan mobil.
“kamu seenaknya baget ya enggak mikirin perasaan orang?”
“apaan sih? Enggak usah childish. Kamu tau ini mimpi aku”
“dulu, kamu bilang kamu enggak pernah suka sama LDR. Apalagi yang kau gelutin itu modelling. Hubungan kita gimana?”
“emang aku gak pernah suka dan aku enggak mau buat nyoba”
“bisa tolong jelasin?” Tanya Gue yang bingung atas ucapannya barusan
“ putus. Mungkin kita harus putus.” Gue langsung menoleh. Memperhatikan wajahnya. Enggak ada ekspresi yang sekarang melekat di wajah gue.
“segampang itu?”
“yang aku kejar itu masa depan aku. Dan aku enggak pernah gampang buat dapetin itu. Waktu kecil, aku selalu diejek teman-teman aku karma dalu aku cacat tulang belakang. Sekarang aku cnatik. Dan aku cantik. Dan aku jadi juara pertama. Menurut kamu apa yang bakalan aku pilih? Kamu tau.”
“enggak ada jalan lain?” Tanya gue
“selalu ada lebih dari satu jalan kan dalam hidup? Kayak kata kamu. Tapi, kayaknya jalan yang lain terlalu beresiko. Terlalu nyakitin nantinya. Sakit sekarang aja. So far so good.
“ 3 tahun kita ilang segampang ini aja? Bisa kasih aku alesan karena pilih itu? Alesan pribadi?”
Harus selalu ada yang dipilihkan? Karena kamu, belum tentu jadi masa depan aku. Tapi model, ini sudah pasti.”

Haha, benar sekali, Gue emang belum tentu jadi masa depannya. That’s the point. Perempuan pintar. Masa lalu emang udah lewat, tapi dia bisa menentukan masa depan. Dan juga, masa sekarang. Untuk apapun yang kita pilih, semuanya menentukan kita nanti. Hal itu juga yang sekarang harus gue lakukan. Memilih, bukan hanya yang kita suka, tapi juga yang terbaik. Untuk 3 tahunini, gue diajarakan untuk memilih.

THE END